PEMILIK DUA KEBUN

Ada dua orang laki-laki yang bersahabat sejak kecil. Walaupun bersahabat, keduanya memiliki kehidupan yang berbeda. Salah satu dari mereka adalah pemilik perkebunan atau si kaya dan satunya lagi hanya laki-laki biasa atau si miskin.
Sayangnya, si kaya ini sombong disebabkan ia memiliki dua kebun anggur yang sangat luas. Masing-masing kebun anggurnya dikelilingi pohon kurma yang lebat. Di tengah-tengah kebun mengalir sungai yang airnya sangat jernih, indah, dan penampakan kebun itu enak dipandang mata seakan-akan tak ingin lepas dari pandangan.
Allah berfirman dalam Surat Al-Kahfi Ayat 32-43, “Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur dan kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang. Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikit pun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu, dan dia mempunyai kekayaan besar.”
Si pemilik kebun itu berkata dengan kesombongannya, “Wahai sodaraku, lihatlah kebunku yang luas ini, pohon anggurnya tidak pernah berhenti berbuah apalagi pohon kurma yang selalu lebat setiap hari membuatku sangat bahagia.”
Si miskin berkata, “Benar saudaraku, kebunmu sangat luas dan setiap panen hasilnya selalu melimpah.”
Si kaya berkata, “Aku sangat yakin kebunku tidak akan pernah berhenti berbuah, sekarang aku benar-benar telah menjadi orang yang paling kaya.”
Si miskin berkata, “Tapi ingat wahai sodaraku, semua ini hanyalah pemberian dari Allah jangan sampai kamu menjadi sombong dan lupa untuk bersyukur kepadanya Sang Maha Pemberi Rejeki.
Si kaya seolah-olah tidak mendengarkan nasihat sahabatnya. Ia lebih fokus memperhatikan perkebunannya dengan perasaan sombong dan bahagia.
Dijelaskan pada ayat 34, “Maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika bercakap-cakap dengan dia, ‘Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat.”
Keesokan harinya, si kaya pergi ke rumahnya dan melihat harta yang dikumpulkan dari penjualan hasil kebun. Ia pun berniat untuk mengumpulkan harta lebih banyak lagi.
Si kaya berkata, “Kalau setiap minggu panenku selalu bagus, pasti hartaku tidak akan pernah habis sampai berpuluh-puluh tahun lamanya.”
Setiap hari kebun anggur si kaya selalu tumbuh dengan baik dan subur. Hal itulah yang menjadikannya semakin bertambah kaya. Tidak ada sedikitpun niat darinya untuk menyerahkan harta kepada orang-orang yang membutuhkan. Seiring dengan bertambah kaya, bertambah pula kesombongannya.
Kesombongan lelaki tersebut semakin besar saat dia berpikir bahwa hartanya di dunia akan kekal. Dijelaskan pada ayat 35, “Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri, ia berkata, Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya’.”
Suatu ketika, si miskin datang berkunjung untuk menasehatinya dengan bahasa yang halus tetapi si kaya merespon dengan kata-kata yang menyakitinya.
Si kaya berkata, “Aku tahu kau iri denganku, hartaku lebih banyak dan aku memiliki banyak anak buah yang membantuku.”
Si miskin berkata, “Sama sekali tidak wahai saudaraku. Walaupun hartaku lebih sedikit dan tidak memiliki anak buah sepertimu. Aku hanya mengkhawatirkan kamu kelak di akhirat.”
Bahkan si kaya berpikir bahwa di akhirat dia pun akan tetap kaya seperti di dunia. Allah menjelaskan pada ayat 36, “Dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun itu.”
Si kaya dengan sombong berkata, “Aku kira hari kiamat tidak akan terjadi. Seandainya aku mati nanti pasti Allah akan menempatkanku di tempat yang lebih baik dari sekarang.”
Si miskin dengan sabar menasihati, “Jadi sekarang kamu mengingkari hari kiamat padahal kiamat sudah pasti terjadi. Benar-benar kamu sudah dibutakan dengan kemewahan dunia.”
Si kaya menghardik, “Sudah diam saja aku tidak akan mendengarkan nasihatmu lagi.”
Melihat temannya yang kufur, lelaki yang miskin mengingatkan kepada si kaya agar mau bertobat.
Dijelaskan dalam ayat 37, “Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?”
Si miskin juga memberikan nasihat yang dijelaskan pada ayat 39, “Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu “Masya Allah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan.”
Si miskin menasihati, “ Sahabatku, ucapan Masyaa Allah, lahaula wala quwwata illa billah, ucapan ini merupakan ungkapan syukur atas nikmat Allah. Segeralah bertobat kepada Allah sebelum terlambat.”
Si kaya tidak mau mendengarkan nasihat si miskin. Ia mengusir si miskin karena merasa kesal.
Mendengarkan nasehat si miskin, ia menganggap sahabatnya terlalu iri dengan semua harta yang dimilikinya.
Setelah kepulangan si miskin, ia tidak berhenti untuk memamerkan hasil kebunnya kepada orang-orang di sekitarnya. Ia semakin sombong dan angkuh dari sebelumnya.
Kisah orang miskin yang sabar ini kemudian berdoa, “Maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik dari pada kebunmu ini dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan (petir) dari langit kepada kebunmu; hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin, atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi.”
Selanjutnya Allah membinasakan harta milik si kaya yang sombong. Setelah kehilangan hartanya, barulah si kaya merasa menyesal. “Dan harta kekayaannya dibinasakan, lalu ia membolak-balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata, “Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku.”
Allah berfirman dalam Surat Al-Kahfi ayat 43, “Dan tidak ada bagi dia segolongan pun yang akan menolongnya selain Allah dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya.”
Dia teringat akan kebunnya dan bergegas pergi ke sana. Ia tidak mendapatkan apa-apa. Semua perkebunannya hampir rata dengan tanah.
“Saya mulai menyesali kesombongannya selama ini.”
semoga kita sehat dan bahagia